Selamat datang

Selamat memasuki Blog ini
Tuhan berikan kita banyak sekali kenikmatan, salah satunya adalah berfikir. Sebagai
rasa syukur kita kepada-Nya Blog ini dibuat,agar dapat membagi dan menerima
pemikiran banyak orang.

Rabu, 27 Februari 2008

SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PELAKSANAAN E-GOV

Diar Cahdiar
27 Februari 2007
Latar Belakang
Mitos abad 21 sebagai momentum perubahan dunia semakin empirik. Seluruh bangsa makin terdorong untuk mengambil bagian dalam percaturan global, karena itu penyesuaian-penyesuaian secara kultural maupun struktural setiap bangsa menjadi suatu konsekuensi logis yang tak terelakkan. Secara struktural, ini bisa terlihat dari implikasi berubahnya sistem politik karena demokrasi dan hak azasi manusia sudah menjadi isu global. Kontrol dunia atas pelaksanaan kedua isu tersebut semakin ketat. Sementara itu, budaya global juga mulai terbentuk melalui dominasi budaya Barat yang penuh nuansa materialisme. Transmisi budaya materialisme yang dipercepat dengan revolusi teknologi informasi merupakan kenyataan yang tak terhindarkan.

Dalam era ini, tidak bisa dihindarkan bahwa audit pemerintahan menjadi suatu dimensi global. Sehingga ini sering dinamakan era globalisasi. Maksudnya, bahwa dunia (globe) kita ini sudah menjadi satu sistem yang saling terkait, yang tidak terpisah-pisahkan oleh batas politik, geografi, ekonomi dan sebagainya.

Dinamika zaman dalam konteks kekinian tercitrakan melalui kemajuan teknologi informasi dan globalisasi, yang membawa konsekuensi logis akan terciptanya suatu percepatan lalu lintas produk informasi yang secara signifikan akan berpengaruh terhadap sikap mental suatu bangsa, karena itu eksistensi bangsa akan sangat tergantung dari sikap dan kepribadian bangsanya. Pemerintah daerah sebagai salah satu sub-sistem dari sistem dan totalitas masyarakat bangsa Indonesia dituntut untuk senantiasa harus bersifat korektif dan proaktif dalam melihat posisi dirinya secara jujur di tengah-tengah masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan. Dengan demikian kehadiran pemerintah daerah dapat menjadi faktor positif dan dominan dalam setiap proses perubahan dan perkembangan masyarakat. Dalam hal ini, pemerintah daerah ditantang untuk dapat mengambil peran dan melaksanakan aktivitasnya yang paralel dengan dinamika masyarakat dan tuntutan zaman.

Teknologi Informasi telah memberikan jalan baru pada banyak hal, baik dalam ruang lingkup bisnis, administrasi pemerintahan, perilaku masyarakat, dan bidang lainnya. Pesatnya kemajuan teknologi, khususnya teknologi informasi dan komunikasi (TIK), telah banyak mengubah paradigma pelayanan publik konvensional yang berskala lokal/nasional menjadi sistem global. Salah satu implementasi TIK untuk mendukung pemerintah dalam menjalankan fungsi kepemerintahannya adalah e-government. e-government ini merupakan pintu bagi pemerintah memasuki dunia gobal.

Karenanya, pintu yang dibuka oleh globalisasi memaksa pemerintah main ”fair”. Hal itu dengan sendirinya akan mendesak pemerintah memakai cara terbuka pula. Pintu itu menjadi pintu persaudaraan, tetapi sekaligus juga pintu kontrol atas pemerintah. Pintu semacam itu dapat menguntungkan pemerintah, dapat pula mengancam pemerintah. Namun pemerintah tidak dapat mengingkari keharusan untuk membuka pintu penyelenggaraan pemerintahan, apabila tidak mau menjadi "katak dalam tempurung" pergaulan internasional.

Tampaknya dari sejumlah hal-hal yang kritis di Indonesia tentang pergumulannya di era global adalah bahwa implementasi sejumlah teknologi informasi bisa malah merugikan. Asumsi ini bisa masuk akal bila tak ada perbaikan dalam infrastruktur dan peraturan-peraturan lokal. Kecemasan seperti itu memang tidak bisa dihindari karena selain perlu kesiapan mental tetapi lebih penting lagi kesiapan aparatur pemerintah yang mengendalikan e-government sehingga tidak malah merusak dan membuat penderitaan masyarakat yang tidak mengenal teknologi informasi.


Pengembangan Sumberdaya Manusia Era E-Government
Realitas abad 21 yang demikian membawa sejumlah implikasi bagi dunia pemerintahan. Ini karena pemerintah yang bertugas menjadi pengayom masyarakat diniscayakan untuk senantiasa melakukan perbaikan-perbaikan sumberdaya secara komprehensif. Salah satu pendekatan kritis dan strategis untuk memasuki era globalisasi ini melalui peningkatan sumberdaya manusia.

Dalam kerangka globalisasi, penyiapan pendidikan juga perlu disinergikan dengan tuntutan kompetisi. Karena itu, dimensi daya saing dalam sumberdaya manusia kelak semakin menjadi faktor penting sehingga upaya memacu kualitas sumberdaya manusia melalui pendidikan merupakan tuntutan yang harus dikedepankan. Ini patut diperhatikan, karena menurut World Competitiveness Report daya saing sumberdaya manusia Indonesia terpuruk pada urutan ke-45, di bawah Singapura (8), Malaysia (34), Cina (35), Filipina (38), dan Thailand (40). Padahal negara-negara tersebut merupakan kompetitor potensial kita kelak, sejalan adanya anggapan bahwa Asia Timur dan Tenggara akan menjadi kekuatan dunia.

Kesiapan sumberdaya manusia di pemerintahan untuk secara konsekuen dan komitmen penuh untuk menjalankan dan mensukseskan e-government untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan merupakan faktor terpenting dari kesuksesan implementasi e-government. Tanpa kesiapan sumberdaya manusia di kalangan pemerintahan maka penyelenggaraan e-government akan berakhir dengan kegagalan. Untuk itu sebelum implementasi e-government perlu ditumbuhkan kesadaran dalam diri sumberdaya manusia pemerintah akan arti pentingnya implementasi e-government.

Karena itu, sumberdaya manusia pemerintah dalam menjalani era globalisasi harus disiapkan sejak dini, sehingga dapat memecahkan problem-problem teknologi yang sebenarnya merupakan akumulasi dari ketertingggalan teknologi bangsa ini pada abad 20. Problem yang bersumber dari gagap teknologi itu telah menyebabkan munculnya masyarakat yang teralienasi, gejala anomie, serta produk IPTEK yang mendestruksi tatanan kehidupan.

Dalam konteks ini, pemerintah daerah perlu mengorientasikan pemberdayaan sumberdaya manusianya pada pengembangan kualitas sumberdaya manusia dengan mencermati pelbagai prespektif, kecenderungan dan isu-isu berdimensi lokal, nasional, regional dan global. Pergerakan roda transformasi ini, tentunya, disertai keawasan visi, ketepatan, kejelian dan kecermatan serta kearifan memahami rancangan isyarat-isyarat zaman. Sehingga, ketika pemerintah daerah meracik visi, interpretasi, persepsi dan orientasi yang ditindaklanjuti melalui kebijakan publik melahirkan sikap pro-aktif, kritis, kreatif dan inovatif untuk membuka kesempatan baru dari setiap dinamika zaman.

Pemerintah perlu secara agresif untuk membudidayakan berbagai teknologi tinggi yang bernilai strategis di masa depan. Walaupun teknologi-teknologi tersebut perlu digarap secara aktif dengan dukungan personel dan dana yang tidak kecil. Penguasaan teknologi mutakhir di masa depan adalah upaya yang luar biasa dan ambisius. Namun, hal itu tidak ada salahnya, karena teknologi-teknologi tersebut layaknya akan menjadi pilar-pilar kejayaan bangsa. Pertanyaan yang sering dilontarkan oleh masyarakat adalah apakah proses itu efektif dan efisien. Efektif artinya memiliki sistem kontrol yang cukup sehingga tujuan besar dan ambisius itu pada akhirnya dapat tercapai. Efisien artinya apakah proses pertumbuhannya cost-effective, kompetitif, dan dapat segera memberikan keuntungan.

Berkaitan dengan hal ini, maka Pemerintah Daerah dituntut untuk mencetak sumberdaya manusia unggul yang bertugas mengkonstruk ilmu pengetahuan dan teknologi yang secara empirik terbukti sebagai kekuatan bagi efektiftivitas, efisiensi, dan produktiftivitas dalam konstruksi pemerintah sebagai pelayan publik.


Peran Pendidikan Tinggi
Pendidikan sangat signifikan terhadap rekonstruksi peradaban abad 21, mengingat pendidikanlah yang akan membentuk karakter sumberdaya manusia yang akan hidup dan berperan pada abad 21. Pendidikan merupakan kegiatan investasi sumberdaya manusia untuk menopang dan mengusung pembangunan, karena bagaimanapun pembangunan membutuhkan kualitas sumberdaya manusia yang unggul baik dalam kapasitas penguasaan IPTEK maupun sikap mental sehingga dapat menjadi subyek atau pelaku pembangunan ekonomi yang andal.

Dalam pada itu, timbulnya kesadaran akan pesatnya tingkat perkembangan iptek, makin singkatnya waktu pelipatgandaan informasi keilmuan dan teknologi, makin berkembangnya paradigma dalam ilmu-ilmu kemanusiaan guna menilai pemaknaan dan fungsi ilmu pengetahuan dan teknologi, dan bahkan makin derasnya arus globalisasi yang membawa pluralisme nilai-nilai, yang pada akhirnya mendorong terhadap penataan pola pendidikan yang terkonsepsi secara lebih jelas dan jernih, baik yang berkaitan dengan filosofi referensinya, substansi, etika, metodologi, sasaran, sistem dan mekanismenya maupun penelitian dan pengembangannya.

Kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut perlu diantisipasi secara nyata dalam kurun waktu mendatang dan direncanakan secara mantap untuk menghadapi perubahan berikutnya. Cepatnya pelipatgandaan informasi keilmuan yang akan terjadi di awal abad baru ini akan menyebabkan program-program pendidikan akan cepat kadaluarsa dan menjadi hambatan serta tantangan besar bagi lembaga pendidikan tinggi yang sedang berkembang. Dengan demikian pendidikan tinggi harus dapat berkembang seiring dan sejalan dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia.

Dalam menghadapi era globalisasi yang penuh dengan berbagai peluang, tantangan dan ancaman, maka harus dihadapi dengan peningkatan sumberdaya manusia yang mempunyai keuletan, efisiensi, ketahanan mental, dalam konteks peningkatan kerja dan kinerja keilmuan maupun profesionalismenya. Semua potensi itu harus digerakkan secara utuh, menyeluruh dan tepadu dengan konsepsi yang matang dengan dilandasi kemandirian. Karena itu perlu dikembangkan suatu format pendidikan yang mampu mengintegrasikan antara ilmu keagamaan, teknologi, bisnis dan ilmu-ilmu kemanusiaan.

Pentingnya perguruan tinggi sebagai pusat pemikiran dan pengkajian ilmu pengetahuan dan teknologi akan menjadi lebih menonjol terutama setelah disadari banyaknya fenomena aktual yang baru saja terjadi namun belum mampu dijelaskan secara komprehensif. Banyaknya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dipahami memungkinkan pendidikan tinggi dapat melihat jauh ke depan dan turut membentuk masa depan, sekalipun akan lebih banyak lagi fenomena baru yang muncul yang perlu dimengerti seluk-beluknya.

Namun, nampaknya di dunia pendidikan Indonesia sosialisasi etika masih bersifat parsial dan ambivalen. Di satu sisi diajarkan etika melalui pelajaran agama dan Pendidikan Pancasila, di sisi lain pengajaran IPTEK lainnya lepas dari konteks etika tersebut. Pemisahan dunia "etika" dan "rasional" ini dapat menjadi bentuk "sekulerisme baru" yang nampaknya belum disadari. Oleh karena itu, dalam merekonstruksi peradaban yang beretika perlu upaya dekonstruksi IPTEK yang kemudian diikuti dengan rekonstruksi paradigma pengembangan IPTEK yang kembali menjunjung tinggi etika.

Dalam rangka modernisasi bangsa-bangsa di dunia, konstruksi IPTEK yang demikian telah lepas dari kritik epistemologis. Artinya, IPTEK yang diproduksi diterima dan dipraktekkan begitu saja demi "kemajuan", tanpa sikap kritis terhadap landasan epistemologi maupun dampak "kemajuan" tersebut. IPTEK telah dianggap netral dan bebas nilai. Paradigma IPTEK ala positivisme ini telah mengabaikan dimensi etika dan moral dalam konstruksi IPTEK. Dan, ternyata paradigma yang demikian cukup kental di dunia pendidikan kita dan belum ada langkah sistematis untuk melakukan dekonstruksi atas paradigma tersebut. Dan, dunia pendidikan sangat berkompeten untuk itu.

Kritik tersebut dilandasi oleh pemikiran bahwa penyelenggaraan lembaga pendidikan tinggi harus merupakan implikasi dari transformasi masyarakat, dengan harapan mampu mengadaptasi dan mengantisipasi perubahan dari masyarakat pedesaan menjadi masyarakat perkotaan, dari perekonomian lokal ke perekonomian global, dari budaya tradisional ke budaya dunia, dengan tetap mempertahankan moralitas dan etika budaya ke-Indonesia-an.

Konsekuensi di atas, mengingatkan bahwa sebuah pola pendidikan mencitrakan tersambungnya hubungan manusia dalam suatu sistem bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dan bahkan dalam sistem masyarakat internasional, sebagai suatu sistem yang akan mampu mengisi setiap kesenjangan yang terjadi, melalui pendidikan diharapkan akan dapat mempersempit kesenjangan pada setiap dimensi. Sebagai implikasinya dengan adanya penyelenggaraan pendidikan secara benar, kesenjangan yang terjadi pada setiap dimensi dengan sendirinya akan terpautkan secara efektif, efisien dan syarat makna.

1 komentar: